Alumni ITB Ciptakan Inovasi Alat Precision Farming

Alumni ITB Ciptakan Inovasi Alat Precision Farming

Nugroho Hari Wibowo bersama tim ciptakan inovasi precision farming

Inovasi precision farming, dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi permasalahan pertanian di Indonesia. Nugroho Hari Wibowo, alumni ITB bersama tim berhasil menciptakan alat precision farming yang dapat membantu petani meningkatkan hasil panennya.

“Kami ingin menghadirkan era baru bagi petani di Indonesia, meningkatkan daya hasil panen baik dari segi kuantitas maupun kualitas,” ucap Nugroho kepada Reporter Humas ITB, saat ditemui di Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPiK) ITB, Jumat (28/6/2019).

Sistem inovasi alat precision farming yang dibuat bernama Encomotion. Ada dua alat inovasi besar yang dikerjakan, diantaranya adalah Encomotion Monitoring, dan Encomotion Controlling. Encomotion Monitoring bekerja dengan cara mendeteksi temparatur, cahaya, kelembaban, curah hujan, dan arah angin. Data hasil deteksi tersebut kemudian dikirim ke server, dan Dashboard Encomotion melalui jaringan internet. Data yang diterima oleh Dashboard Encomotion tersebut barulah kemudian diproses oleh Encomotion Controlling. Encomotion Controlling pada akhirnya akan bertanggung jawab mengatur sistem irigasi tanaman tersebut.

Tanaman sayur dan buah-buahan sangat rentan dengan jumlah penyiraman air. Jika air yang disiram terlalu banyak, akar tanaman bisa menjadi busuk. Namun, jika air yang disiram terlalu sedikit, nutrisi tanaman jadi tidak optimal. Namun kini, masalah ini mendapat solusi. Terbukti, dengan Encomotion, tanaman sayur dan buah-buahan tumbuh dengan seragam, rata-rata luas daun lebih besar, dan diameter batang tanaman pun lebih lebar.

  • Bagaimana manfaat dari Alat Precision Farming ?

Dijelaskan Nugroho, jika dibandingkan dengan pertanian konvesional, Encomotion mampu meningkatkan 40% produktivitas. Selain itu, dapat menghemat 50% waktu yang dibutuhkan, serta mengurangi jumlah air dan pupuk hingga 40%. Kini, petani memiliki data mengenai kebutuhan tanamannya secara lebih pasti. Petani dimampukan untuk bergerak sesuai data, bukan sekadar insting.

“Apabila kelembaban tinggi, petani tahu harus mempersiapkan apa untuk menghalau jamur. Apabila hasil panen tidak optimal, petani juga tahu sebab pastinya, semua kegagalan panen bukan hanya karena nasib petani yang sedang jelek,” sambungnya.

Dibimbing oleh LPiK ITB sejak tahun 2016, BIOPS Agrotekno kemudian diberi wawasan bisnis yang lebih banyak. Encomotion kemudian dikomersilkan dengan tiga cara, diantaranya dengan beli putus, sistem sewa, ataupun bagi hasil. Bisnis model ini dinilai lebih tepat mengingat tujuan awal BIOPS adalah menjadi mitra yang saling menguntungkan untuk petani, mereka tidak ingin keterbatasan biaya menghalangi petani untuk mengetahui kebutuhan tanaman mereka sesuai data yang konkreat.

  • Apa rencana pengembangan Alat Irigasi Pintar kedepannya ?

Menghadirkan era baru bagi petani di Indonesia tentu saja merupakan suatu hal yang tidak mudah. Pengembangan sistem sejak tahun 2010 ini masih terus melakukan penelitian terkait pengembangan-pengembangan sistem selanjutnya. BIOPS tengah berkutat mempersiapkan Encomotion untuk lahan pertanian yang lebih besar, begitupula juga tertarik memberikan solusi terkait dua masalah pokok pertanian selain penyiraman, yakni hama dan pupuk. “Pupuk harganya mahal, kalau petani tidak tahu seberapa banyak pupuk yang harus diberikan, takutnya petani malah buang-buang uang ke tanahnya. Makanya sekarang juga lagi mengembangkan kalkulator pupuk,” ujar pria yang kerap disapa Bowo itu.

Mengedukasi petani menjadi tantangan terberat untuk BIOPS mengingat mayoritas petani di Indonesia berumur 60 tahun keatas dan hanya lulusan sekolah dasar. Selain itu, BIOPS juga masih punya PR yang harus diselesaikan terkait dampak dari produk temuannya ini. “Apabila komoditas sayur dan buah-buahan yang dihasilkan petani melimpah ruah, produktivitas terlampau tinggi, harganya akan jatuh dan petani ujung-ujungnya pun merugi. Maka dari itu, BIOPS juga tengah mengembangkan ekstraksi produk terkait persoalan ini. Jika jumlah komoditas sangat banyak, maka produk sebaiknya diolah, tidak dijual mentah-mentah, oleh karena itu pemberdayaan petani juga menjadi hal yang penting,” jelasnya.

Meski sudah banyak menjuarai kompetisi dan mendapat pendanaan hingga ratusan juta, BIOPS Agrotekno masih memerlukan banyak tanggapan serta saran terkait inovasi produk yang diusungnya. Saat di lapangan, founder dari BIOPS itu mengaku bahwa mereka masih menghadapi beragam masalah, seperti masalah daya listrik dan signal di beberapa tempat. BIOPS sangat menjunjung smart kaloborasi, hal ini karena pengembangan sistem perlu mendapat kontribusi dari beragam disiplin ilmu.

“Dulu, Indonesia dijajah karena potensi agraris yang sungguh kaya. Untuk itu, bangsa kita seharusnya bisa besar dengan hasil alamnya. Pertanian Indonesia bisa bangkit,” tutup Bowo.

 

Reporter: Evita Sonny (SBM 2017)